Penggunaan Undur-undur sebagai obat
undur-undur juga bisa digunakan sebagai obat alternatif mengatasi diabetes. Binatang kecil biasa dijumpai di sekitar rumah berhalaman pasir itu ampuh menurunkan gula darah. Undur-undur ternyata berkhasiat menurunkan kadar gula penderita diabetes.
Berdasarkan penelitian diketuai Tyas Kurniasih ( bukan Tyas MIraisih yah ) dari Universitas Gadjah Mada Jogjakarta berjudul Kajian Potensi Undur-Undur Darat (Myrmeleon sp) 2006, binatang ini mengandung zat sulfonylurea.Kerja sulfonylurea pada undur-undur adalah melancarkan kerja pankreas dalam memproduksi insulin. Karena, ketika insulin dalam tubuh manusia menurun sementara kadar glukosa darah meningkat, maka terjadi ketidakseimbangan. Koq bisa? ya karena dimana insulin sebagai penghasil energi tubuh terus berkurang. Akibatnya, tubuh mudah terserang penyakit.
Diyakini, undur-undur dapat membuat regenerasi sel menjadi lebih baik. Hal ini dimungkinkan karena sifat hewan ini suka mengerik tanah, hingga mampu menghancurkan plak-plak di dalam pembuluh darah
Hewan yang biasa berjalan mundur ini dari beberapa kesaksian beberapa orang disebut-sebut dapat menurunkan kadar gula penderita diabetes dan berkhasiat untuk beberapa penyakit lain seperti stroke berat, darah tinggi. Ilmu pengobatan Cina pun hingga saat ini masih menggunakannya.
Cara makannya gimana?:
1. langsung ditelan @ 3 atau 5 ekor. jadi setelah undur-undur diambil dan dicuci bersih langsung aja ditelan sambil minum ..
2. Beli kapsul kosong dan undur-undur dimasukkan hidup-hidup ke dalam kapsul ( setelah undur-undur dicuci ya…..)
biasanya antara 1-2 undur - undur..
Undur-undur bisa bertahan hidup di dalam kapsul selama 4 jam. Undur-undur yang sudah mati, khasiatnya akan jauh berkurang.
Ada yg mengatakan undur - undur harus dikonsumsi dalam jumlah yang ganjil..ga boleh genap..entah mengapa
Permintaan Naik, Harga Ayam Potong dan Telur Melonjak
Pengusaha peternakan ayam mulai menikmati panen. Di minggu kedua bulan Ramadan, permintaan ayam potong mengalami kenaikan yang signifikan. Otomatis, harga ayam pun naik.
"Permintaan ayam naik dua kali lipat," kata Penasihat Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia (GAPPI) Anton J. Supit, kemarin (2/9). Mengikuti kenaikan permintaan tersebut, harga ayam potong naik sekitar 10%-15%.
Sebelum puasa, harga ayam potong yang masih hidup berkisar Rp 12.000 per kilogram. Saat ini harga ayam potong hidup sudah mencapai sekitar Rp 15.000 per kilogram.
Sementara harga ayam yang sudah dipotong di pasaran kini sudah menjadi Rp 25.000 per kilogram. Sebelumnya, paling mahal harga ayam yang sudah dipotong cuma Rp 22.500 per kilogram.
Anton memperkirakan permintaan masih bisa bertambah. Ia menghitung permintaan ayam potong menjelang Lebaran bisa naik tiga kali lipat ketimbang permintaan harian, 1,2 juta kilogram.
Walaupun begitu, Anton menjamin kenaikan harga ayam tidak akan melebihi 15%. Untuk itu, pengusaha siap menjamin ketersediaan ayam hingga Lebaran nanti.
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu pun menegaskan hal itu. "Stok cukup sampai Lebaran," kata Mari dalam kunjungan ke rumah potong ayam di Parung, kemarin.
Ketua Pusat Informasi Pasar (Pinsar) Unggas Hartono menyebutkan produksi ayam tahun 2009 bisa mencapai 100 juta kilogram per bulan. Jumlah itu tidak beda jauh dengan tingkat produksi di 2008. Dengan demikian, stok ayam bisa dijamin.
Selain daging ayam, harga telur ayam juga naik. Berdasarkan hasil pemantauan Departemen Perdagangan, harga telur kemarin mencapai Rp 15.500 per kilogram, atau mengalami kenaikan Rp 800 dari harga sebelumnya sebesar Rp 14.700 per kilogram.
Peternak sudah meningkatkan produksi telur untuk memenuhi kebutuhan. "Produksi naik sekitar 5%. Kenaikan itu untuk bulan ini saja," papar Hartono. Di hari biasa, peternak memproduksi 3.100 ton telur per hari.
Lebaran, Harga Ayam Hidup Dekati Rp 15.000/Kg
Pada hari biasa, harga ayam hidup hanya berkisar Rp 12.600 - 12.800 per kilogram.
Harga ayam hidup akan mendekati angka Rp 15.000/Kg menjelang Lebaran. Hal itu dipicu naiknya permintaan dibandingkan sebelum Puasa. Pada hari biasa, harga ayam hidup hanya berkisar Rp 12.600 - 12.800/Kg.
"Kenaikan harga baru akan terjadi pada minggu ketiga bulan Puasa, sekitar Rp 1.500/Kg atau menjadi sekitar Rp 14.700/Kg di tingkat peternak," kata Ketua Pusat
Informasi Pasar Unggas Hartono di sela-sela kunjungan Menteri Perdagangan dan jajaran ke rumah potong ayam (slaughterhouse) milik PT. Sierad Produce Tbk di Parung Bogor Jawa Barat, Rabu, 2 September 2009.
Malah, dia mengatakan, pada minggu pertama bulan puasa, harga ayam hidup sempat turun 10% atau sekitar Rp 13.200/Kg. "Ini mengindikasikan terjadi kelebihan stok di tingkat peternak," katanya.
Menurut Hartono, harga ayam hidup akan dijaga tetap di bawah Rp 15.000 sesuai dengan kesepakatan dengan Menteri Perdagangan dan Menteri Pertanian.
"Tahun lalu, harganya mencapai Rp 15.600/Kg. Jadi akan terus diusahakan tidak akan jauh dari harga tertinggi pekan lalu Rp 14.700/Kg," katanya.
Dengan perkiraan tersebut, harga ayam potong di tingkat pedagang yang semula Rp 22.500/Kg akan menjadi Rp 25.000/Kg mendekati lebaran.
Permintaan menjelang puasa hingga lebaran diperkirakan Hartono mencapai 1,2 juta kilogram atau naik tiga kali lipat dari permintaan harian.
"Lima hari sebelum Lebaran, permintaan produk unggas mulai naik. Sehingga jauh-jauh hari, waktu musim sedang sepi, peternak sudah membesarkan ayam yang semula seekor hanya 1,2Kg jadi 1,4 - 1,6Kg," katanya.
Pembesaran unggas tersebut disebutnya untuk mengantisipasi suplai saat bertambahnya permintaan.
Terkait distribusi, Hartono mengaku pihaknya sudah melobi Kepolisian dan Organda untuk memprioritaskan jalur distribusi unggas. "Sudah lobi untuk daerah tertentu tutup jalurnya hanya dua hari saja," katanya.
Selain itu, dia menambahkan, peternak sudah mempunyai jalur sendiri untuk menghindari dari macet dan pedagang pun sudah punya jalur dengan peternak masing-masing.
Harga di wilayah bantul dan sekitarnya.
Harga burung puyuh yang masih hidup Rp.1.300,- s/d Rp.3.500,- tergantung umur dan besar.
Harga burung puyuh yang sudah bersih bulu dan jeroannya Rp.4.000,-
1. SEJARAH SINGKAT
Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, berkaki pendek dan dapat diadu. Burung puyuh disebut juga Gemak (Bhs. Jawa-Indonesia). Bahasa asingnya disebut “Quail”, merupakan bangsa burung (liar) yang pertama kali diternakan di Amerika Serikat, tahun 1870. Dan terus dikembangkan ke penjuru dunia. Sedangkan di Indonesia puyuh mulai dikenal, dan diternak semenjak akhir tahun 1979. Kini mulai bermunculan di kandangkandang ternak yang ada di Indonesia.
2. SENTRA PETERNAKAN
Sentra Peternakan burung puyuh banyak terdapat di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah
3. J E N I S
kelas : Aves (Bangsa Burung)
Ordo : Galiformes
Sub Ordo : Phasianoidae
Famili : Phasianidae
Sub Famili : Phasianinae
Genus : Coturnix
Species : Coturnix-coturnix Japonica
4. MANFAAT
1) Telur dan dagingnya mempunyai nilai gizi dan rasa yang lezat
2) Bulunya sebagai bahan aneka kerajinan atau perabot rumah tangga lainnya
3) Kotorannya sebagai pupuk kandang ataupun kompos yang baik dapat digunakan sebagai pupuk tanaman
5. PERSYARATAN LOKASI
1) Lokasi jauh dari keramaian dan pemukiman penduduk
2) Lokasi mempunyai strategi transportasi, terutama jalur sapronak dan jalur-jalur pemasaran
3) Lokasi terpilih bebas dari wabah penyakit
4) Bukan merupakan daerah sering banjir
5) Merupakan daerah yang selalu mendapatkan sirkulasi udara yang baik.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
Sebelum usaha beternak dimulai, seorang peternak wajib memahami 3 (tiga) unsur produksi yaitu: manajemen (pengelolaan usaha peternakan), breeding (pembibitan) dan feeding (makanan ternak/pakan)
6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
1. Perkandangan
Dalam sistem perkandangan yang perlu diperhatikan adalah temperatur kandang yang ideal atau normal berkisar 20-25 derajat C; kelembaban kandang berkisar 30-80%; penerangan kandang pada siang hari cukup 25- 40 watt, sedangkan malam hari 40-60 watt (hal ini berlaku untuk cuaca mendung/musim hujan). Tata letak kandang sebaiknya diatur agar sinar matahari pagi dapat masuk kedalam kandang.
Model kandang puyuh ada 2 (dua) macam yang biasa diterapkan yaitu sistem litter (lantai sekam) dan sistem sangkar (batere). Ukuran kandang untuk 1 m2 dapat diisi 90-100 ekor anak puyuh, selanjuntnya menjadi 60 ekor untuk umur 10 hari sampai lepas masa anakan. Terakhir menjadi 40 ekor/m2 sampai masa bertelur.
Adapun kandang yang biasa digunakan dalam budidaya burung puyuh adalah:
a. Kandang untuk induk pembibitan
Kandang ini berpegaruh langsung terhadap produktifitas dan kemampuan menghasilkan telur yang berkualitas. Besar atau ukuran kandang yang akan digunakan harus sesuai dengan jumlah puyuh yang akan dipelihara. Idealnya satu ekor puyuh dewasamembutuhkan luas kandang 200 m2.
b. Kandang untuk induk petelur
Kandang ini berfungsi sebagai kandang untuk induk pembibit. Kandang ini mempunyai bentuk, ukuran, dan keperluan peralatan yang sama. Kepadatan kandang lebih besar tetapi bisa juga sama.
c. Kandang untuk anak puyuh/umur stater(kandang indukan)
Kandang ini merupakan kandang bagi anak puyuh pada umur starter, yaitu mulai umur satu hari sampai dengan dua sampai tiga minggu. Kandang ini berfungsi untuk menjaga agar anak puyuh yang masih memerlukan pemanasan itu tetap terlindung dan mendapat panas yang sesuai dengan kebutuhan. Kandang ini perlu dilengkapi alat pemanas.
Biasanya ukuran yang sering digunakan adalah lebar 100 cm, panjang 100 cm, tinggi 40 cm, dan tinggi kaki 50 cm. (cukup memuat 90-100 ekor anak puyuh).
d. Kandang untuk puyuh umur grower (3-6 minggu) dan layer (lebih dari 6 minggu)
Bentuk, ukuran maupun peralatannya sama dengan kandang untuk induk petelur. Alas kandang biasanya berupa kawat ram.
2.
3. Peralatan
Perlengkapan kandang berupa tempat makan, tempat minum, tempat bertelur dan tempat obat-obatan.
6.2. Peyiapan Bibit
Yang perlu diperhatikan oleh peternak sebelum memulai usahanya, adalah memahami 3 (tiga) unsur produksi usaha perternakan yaitu bibit/pembibitan, pakan (ransum) dan pengelolaan usaha peternakan.
Pemilihan bibit burung puyuh disesuaikan dengan tujuan pemeliharaan, ada 3 (tiga) macam tujuan pemeliharaan burung puyuh, yaitu:
a. Untuk produksi telur konsumsi, dipilih bibit puyuh jenis ketam betina yang sehat atau bebas dari kerier penyakit.
b. Untuk produksi daging puyuh, dipilih bibit puyuh jantan dan puyuh petelur afkiran.
c. Untuk pembibitan atau produksi telur tetas, dipilih bibit puyuh betina yang baik produksi telurnya dan puyuh jantan yang sehat yang siap membuahi puyuh betina agar dapat menjamin telur tetas yang baik.
6.3. Pemeliharaan
1. Sanitasi dan Tindakan Preventif
Untuk menjaga timbulnya penyakit pada pemeliharaan puyuh kebersihan lingkungan kandang dan vaksinasi terhadap puyuh perlu dilakukan sedini mungkin.
2. Pengontrolan Penyakit
Pengontrolan penyakit dilakukan setiap saat dan apabila ada tanda-tanda yang kurang sehat terhadap puyuh harus segera dilakukan pengobatan sesuai dengan petunjuk dokter hewan atau dinas peternakan setempat atau petunjuk dari Poultry Shoup.
3. Pemberian Pakan
Ransum (pakan) yang dapat diberikan untuk puyuh terdiri dari beberapa bentuk, yaitu: bentuk pallet, remah-remah dan tepung. Karena puyuh yang suka usil memtuk temannya akan mempunyai kesibukan dengan mematuk-matuk pakannya. Pemberian ransum puyuh anakan diberikan 2 (dua) kali sehari pagi dan siang. Sedangkan puyuh remaja/dewasa diberikan ransum hanya satu kali sehari yaitu di pagi hari. Untuk pemberian minum pada anak puyuh pada bibitan terus-menerus.
4. Pemberian Vaksinasi dan Obat
Pada umur 4-7 hari puyuh di vaksinasi dengan dosis separo dari dosis untuk ayam. Vaksin dapat diberikan melalui tetes mata (intra okuler) atau air minum (peroral). Pemberian obat segera dilakukan apabila puyuh terlihat gejala-gejala sakit dengan meminta bantuan petunjuk dari PPL setempat ataupun dari toko peternakan (Poultry Shoup), yang ada di dekat Anda beternak puyuh.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Penyakit
1. Radang usus (Quail enteritis)
Penyebab: bakteri anerobik yang membentuk spora dan menyerang usus, sehingga timbul peradangan pada usus.
Gejala: puyuh tampak lesu, mata tertutup, bulu kelihatan kusam, kotoran berk yang membentuk spora dan menyerang usus, sehingga timbul peradangan pada usus.
Gejala: puyuh tampak lesu, mata tertutup, bulu kelihatan kusam, kotoran berair dan mengandung asam urat.
Pengendalian: memperbaiki tata laksana pemeliharaan, serta memisashkan burung puyuh yang sehat dari yang telah terinfeksi.
2. Tetelo (NCD/New Casstle Diseae)
Gejala: puyuh sulit bernafas, batuk-batuk, bersin, timbul bunyi ngorok, lesu, mata ngantuk, sayap terkulasi, kadang berdarah, tinja encer kehijauan yang spesifik adanya gejala “tortikolis”yaitu kepala memutar-mutar tidak menentu dan lumpuh.
Pengendalian: (1) menjaga kebersihan lingkungan dan peralatan yang tercemar virus, binatang vektor penyakit tetelo, ayam yang mati segera dibakar/dibuang; (2) pisahkan ayam yang sakit, mencegah tamu masuk areal peternakan tanpa baju yang mensucihamakan/ steril serta melakukan vaksinasi NCD. Sampai sekarang belum ada obatnya.
3. Berak putih (Pullorum)
Penyebab: Kuman Salmonella pullorum dan merupakan penyakit menular.
Gejala: kotoran berwarna putih, nafsu makan hilang, sesak nafas, bulu-bulu mengerut dan sayap lemah menggantung.
Pengendalian: sama dengan pengendalian penyakit tetelo.
4. Berak darah (Coccidiosis)
Gejala: tinja berdarah dan mencret, nafsu makan kurang, sayap terkulasi, bulu kusam menggigil kedinginan.
Pengendalian: (1) menjaga kebersihan lingkungaan, menjaga litter tetap kering; (2) dengan Tetra Chloine Capsule diberikan melalui mulut; Noxal, Trisula Zuco tablet dilarutkan dalam air minum atau sulfaqui moxaline, amprolium, cxaldayocox
5. Cacar Unggas (Fowl Pox)
Penyebab: Poxvirus, menyerang bangsa unggas dari semua umur dan jenis kelamin.
Gejala: imbulnya keropeng-keropeng pada kulit yang tidak berbulu, seperti pial, kaki, mulut dan farink yang apabila dilepaskan akan
mengeluarkan darah.
Pengendalian: vaksin dipteria dan mengisolasi kandang atau puyuh yang terinfksi.
6. Quail Bronchitis
Penyebab: Quail bronchitis virus (adenovirus) yang bersifat sangat menular.
Gejala: puyuh kelihatan lesu, bulu kusam, gemetar, sulit bernafas, batuk dan bersi, mata dan hidung kadang-kadang mengeluarkan lendir serta kadangkala kepala dan leher agak terpuntir.
Pengendalian: pemberian pakan yang bergizi dengan sanitasi yang memadai.
7. Aspergillosis
Penyebab: cendawan Aspergillus fumigatus.
Gejala: Puyuh mengalami gangguan pernafasan, mata terbentuk lapisan putih menyerupai keju, mengantuk, nafsu makan berkurang.
Pengendalian: memperbaiki sanitasi kandang dan lingkungan sekitarnya.
8. Cacingan
Penyebab: sanitasi yang buruk.
Gejala: puyuh tampak kurus, lesu dan lemah.
Pengendalian: menjaga kebersihan kandang dan pemberian pakan yang terjaga kebersihannya.
8. P A N E N
8.1. Hasil Utama
Pada usaha pemeliharaan puyuh petelur, yang menjadi hasil utamanya adalah produksi telurnya yang dipanen setiap hari selama masa produksi berlangsung.
8.2. Hasil Tambahan
Sedangkan yang merupakan hasil tambahan antara lain berupa daging afkiran, tinja
Biasanya para peternak ayam potong di wilayah jogja menggunakan gula merah untuk minuman ayam yang sakit. dan ini terbukti berkhasiat untuk menjaga daya tahan tubuhnya.
caranya:
1.gula jawa secukupnya di larutkan kedalam air panas.
2.tambahkan garam sedikit saja.
3.tuangkan campuran tadi kedalam tempat minum ayam tadi dalam keadaan hangat agak dingin.
sebaiknya ayam yang sakit di pisahkan dari ayam yang sehat.
YOGYAKARTA.Setiap hari Sabtu, seluruh pegawai di seluruh lingkungan Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta serta kabupaten/kota wajib menggunakan bahasa Jawa dalam aktivitas kerja. Ini untuk melestarikan sekaligus wujud penghargaan terhadap nilai-nilai budaya Jawa.
Penggunaan bahasa Jawa ini dikeluarkan melalui Surat Keputusan Gubernur dan berlaku mulai Sabtu (15/8) ini. Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X mengungkapkan, selama ini penggunaan bahasa Jawa sebenarnya sudah diberlakukan di lingkungan pemerintah kabupaten/kota, tetapi masing-masing ada perbedaan hari.
"Bantul melakukannya hari Kamis, Kulon Progo, dan Gunung Kidul sama hari Sabtu, Sleman saya lupa mungkin hari Jumat, daripada sendiri-sendiri ya sudah semuanya sepakat, setiap hari Sabtu menggunakan bahasa Jawa," kata Sultan seusai mendengarkan Pidato Kenegaraan Presiden di Gedung DPRD Provinsi DIY, Jumat (14/8).
Menurut Sultan, penggunaan bahasa Jawa ini adalah untuk menghargai dan mempertahankan nilai-nilai kebudayaan jawa. "Masyarakat jawa sudah memiliki tradisi, filosofi, cara berbusana, berbahasa sendiri yang diturunkan dari generasi ke generasi jauh sebelum Indonesia merdeka. Itu yang harus kita pertahankan," katanya.
Sebelumnya Sultan mengatakan, saat ini budaya lokal DIY mulai terdesak dengan semakin berkembangnya budaya asing. "Menurunnya kepedulian masyarakat terhadap budaya kita disebabkan oleh kurang berhasilnya kita melakukan rekayasa sosial kepada masyarakat untuk dapat meghargai warisan budaya dengan nilai yang luhur yang merupakan produk dalam negeri," kata Sultan.
Penggunaan bahasa Jawa ini diutamakan dalam komunikasi lisan. Komunikasi formal secara tertulis tetap menggunakan bahasa Indonesia, sedangkan komunikasi tertulis non-formal tetap menggunakan bahasa Jawa, misalnya surat memo kepada staf. Rapat-rapat internal juga akan menggunakan bahasa Jawa. Tetapi kalau ada tamu Pemprov ya menggunakan bahasa Indonesia, kata Sekretaris Daerah DIY Tri Harjun Ismaji.
Penggunaan bahasa Jawa di lingkungan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota ini adalah langkah awal. Diharapkan masyarakat luas juga bisa turut berpartisipasi.
Wakil Ketua Komisi D DPRD DIY Erwin Nizar mengatakan, pemakaian bahasa Jawa patut didukung. Akan tetapi, dalam pemakaiannya harus proporsional dan tidak perlu dipaksakan. Ini misalnya, bila ada pegawai atau tamu yang belum bisa berbahasa Jawa jangan sampai dipaksa berbahasa Jawa.
Produktifitas itik masih kalah dibanding ayam ras petelur. Paling tinggi kemampuan bertelur itik hanyalah 250 butir per ekor per tahun. Itik magelang (itik kalung) malahan hanya sekitar 180 butir per ekor per tahun. Sementara ayam petelur bisa sampai 300 butir. Tetapi untuk keperluan tertentu, telur itik tidak bisa tergantikan oleh telur ayam. Bahkan telur itik biru juga tidak bisa tergantikan oleh telur itik yang berwarna putih. Misalnya untuk keperluan telur asin dan martabak. Untuk dua produk tersebut, mutlak diperlukan telur itik yang berwarna biru. Karenanya, meskipun volume produksinya relatif kecil dibanding telur ayam ras, peran telur itik tetap tidak akan tergusur oleh telur ayam ayam ras. Hingga agroindustri telur itik berkembang sesuai dengan hukum pasar. Profesionalitas pun berjalan. Bahkan kreatifitas juga bermunculan. Misalnya sistem penetasan telur dengan teknologi sekam yang hemat energi. Pemanfaatan sisa-sisa nasi dari warteg (warung tegal) untuk pakan itik dll. Sentra-sentra peternakan itik pun tumbuh di Cirebon, Kuningan, Brebes dan Tegal (itik tegal); Sukabumi, Cianjur, Magelang dan Boyolali (itik magelang); sekitar Mojokerto (itik mojosari); di Bali (itik bali); dan di Kab. Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan (itik alabio). Itu tadi merupakan sentra-sentra utama yang hasilnya dipasarkan secara nasional. Selain itu masih ada pula sentra-sentra kecil yang hasil telur maupun dagingnya hanya untuk konsumsi lokal.
Di sentra-sentra itik tersebut, telah tercipta suatu sistem yang mengarah pada spesialisasi. Di Amuntai, Kab. Hulu Sungai Utara, ada peternak yang khusus menghasilkan telur konsumsi, ada yang hanya telur tetas, ada spesialis penetasan, spesialis pembesaran itik betina, itik jantan, bahkan ada yang spesialisasinya membuat kandang, meramu pakan, menyalurkan itik jantan dll. Pola agroindustri seperti itu, sudah merata terdapat di hampir semua sentra itik di Indonesia. Masing-masing jenis itik, memiliki spesifikasi tertentu yang sangat khas. Itik tegal berukuran kecil, posisi tubuh tegak dengan postur langsing, warna bulu cokelat muda cerah. Ukuran telur sedang, warna kulit telur biru cerah. Produktifitas sekitar 200 butir per ekor per tahun. Itik mojosari mirip dengan itik tegal. Bedanya, warna bulu lebih gelap, posisi tubuh lebih menunduk. Ukuran, warna kulit dan produktifitas telur sama dengan itik tegal. Itik magelang merupakan itik "raksasa". Karena ukuran tubuh serta telurnya lebih besar. Posisi tubuh lebih menunduk dari itik mojosari. Warna bulu lebih gelap. Ciri khasnya terdapat gelang warna (kalung) pada lehernya. Hingga kadang-kadang disebut sebagai itik kalung. Selain lebih besar, telur itik magelang juga berwarna biru agak gelap. Produktifitas telur paling tinggi 180 butir per ekor per tahun.
Itik bali rata-rata berwarna somi (cokelat muda). Sebab meskipun variasi warna itik bali sangat beragam, namun yang paling digemari para peternak adalah warna somi. Selain itu masih ada warna putih, hitam, sundihan (cokelat gelap bergaris hitam) dan sikep (warna elang). Ciri khas itik bali adalah adanya jambul pada bulu kepalanya. Hingga kadang-kadang itik bali disebut sebagai itik jambul. Ukuran telurnya lebih besar dibanding itik tegal, namun lebih kecil dari itik magelang. Warna kulit telurnya putih. Produktifitasnya sedikit lebih kecil dibanding itik tegal maupun mojosari. Semua itik tadi, warna kulit kakinya kelabu agak kehitaman. Hanya itik alabiolah yang warna kulit kakinya oranye cerah, mirip itik peking. Warna bulu itik alabio abu-abu berbintik hitam. Ukuran tubuhnya kecil dengan posisi sangat menunduk. Ukuran telurnya paling kecil, dengan bentuk lebih bulat. Warna kulit telur abu-abu. Produktifitasnya bisa sampai 250 butir per ekor per tahun. Itik petelur yang dikembangkan di Inggris adalah khaki chambel yang merupakan silangan itik rouan Perancis, itik liar dan itik jawa (itik tegal). Produktifitas telurnya bisa lebih dari 250 butir per ekor per tahun. Namun telur khaki chambel kurang disenangi karena warna kulitnya putih seperti halnya telur itik bali. Selain itik petelur tersebut, masih ada pula itik manila (entok) serta itik peking yang dipelihara untuk dimanfaatkan bulu serta dagingnya. Bulu itik manila/peking antara lain untuk shuttle cock dan pengisi bantal serta kasur.
Ada dua pola pemeliharan itik di Indonesia. Pertama pola tradisional (konvensional) dengan cara digembalakan. Kedua cara modern (intensif) dengan dikandangkan. Di Jawa, masih banyak pemeliharaan itik dengan pola tradisional. Satu kawanan itik berjumlah minimal 200 ekor dengan dua penggembala. Kawanan itik ini sama sekali tidak pernah "pulang" ke rumah pemiliknya. Mereka mengembara dari satu persawahan ke persawahan lain, sesuai dengan musim panen. Pada musim panen demikian, produksi telur itik tegal dan mojosari bisa mencapai 80% dari total populasi. Paling sedikit 60%. Sebab seluruh kebutuhan nutrisi itik tercukupi dari lahan penggembalaan. Karbohidrat dan protein nabati, tercukupi dari sisa-sisa padi yang rontok sehabis dipanen. Protein hewani akan tercukupi dari siput, anak kodok, cacing, yuyu (kepiting sawah) dll. Selain itu di sawah tersebut juga terdapat gulma seperti genjer, semanggi, bengok dll. yang akan memenuhi kebutuhan serat kasar, vitamin dan mineral bagi itik. Kualitas telur itik gembalaan luarbiasa baik. Kulit telurnya sangat tebal dan kuat, berwarna biru cerah kehijauan. Warna kuning telurnya benar-benar kuning mengarah ke jingga. Para produsen telur asin kualitas baik akan selalu memilih telur itik gembalaan. Demikian pula halnya dengan para pembibit itik (pengusaha penetasan). Sebab daya tetas telur itik gembalaan rata-rata mencapai 80%. Para pedagang martabak, malahan mengharuskan bahan baku dari telur itik magelang hasil gembalaan. Sebab selain berukuran besar, warna kulit telur benar-benar biru tajam hinga sangat menarik.
Itik gembalaan selalu diberi pejantan. Tiap 100 ekor terdiri dari 90 betina dan 10 jantan. Karenanya telur itik gembalaan akan selalu terbuahi (fertil), hingga paling baik untuk ditetaskan. Itik-itik ini benar-benar tidak pernah pulang. Kalau siang mereka merada di sawah yang habis dipanen, malam harinya mereka juga tidur di pinggiran sawah tersebut. Agar itik-itik itu tidak kabur, lokasi tidur tersebut dibatasi dengan pagar sederhana dari anyaman bambu 50 cm. Pagar ini didirikan dengan patok-patok bambu yang bisa dicabut dan dipasang. Pagarnya sendiri bisa digulung dan diangkut ke mana-mana. Apabila hujan, para penggembala sudah siap dengan tenda-tenda plastik (bivak) yang dikerudungkan di atas pagar tersebut. Penggembalanya sendiri akan berjaga-jaga dan tidur bergantian di dekat tempat itik itu. Paginya, itik akan bertelur di sawah dan segera dikumpulkan oleh penggembala untuk dijual ke pasar terdekat. atau didatangi tengkulak. Apabila lokasi penggembalaan itu sudah habis cadangan pakannya, itik berikut penggembalanya akan pindah ke tempat lain. Demikian seterusnya sampai itik tersebut harus diafkir untuk digemukkan dan dipotong.
Pada pemeliharaan dengan sistem kandang, itik sama sekali tidak pernah pergi-pergi. Kandang seluas 5 X 10 m. misalnya, akan mampu menampung 100 ekor itik. Sepertiga atau seperempat dari luas kandang tersebut diberi atap untuk tidur dan bertelur itik. Pakan itik yang dipelihara secara intensif ini sangat bervariasi. Paling ideal itik diberi pakan ayam ras petelur yang saat ini harganya sudah sekitar Rp 2.500,- per kg. Satu kg. pakan cukup untuk memberi ransum 10 ekor itik dewasa. Hingga biaya pakan per ekor per hari jatuhnya Rp 250,- Harga 1 butir telur antara Rp 600,- sd. Rp 800,- di tingkat peternak. Harga itik dara siap telur sekitar Rp 35.000,- per ekor, dengan masa bertelur 1,5 tahun. Berarti penyusutan per ekor per hari Rp 64,- Masih harus diperhitungkan pula biaya penyusutan kandang dan peralatan, upah karyawan, rasio itik bertelur dan tidak bertelur dsb. Hasil telur yang ada misalnya 80% dari 90 ekor (betina) = 72 ekor. Dengan harga Rp 800, maka pendapatan kotor per hari dari 100 ekor itik Rp 57.600,- Pendapatan itu akan digunakan untuk pakan bagi 100 ekor itik X 250,- = Rp 25.000,- Sisanya untuk biaya penyusutan induk, kandang, upah buruh dll. hingga akan tersisa pendapatan bersih. Apabila penggunaan pakan toko kurang menguntungkan, maka bisa dicari pakan alternatif. Misalnya ampas tahu, dedak, nasi kering (eks warteg), kepala udang dll.
Beda dengan ayam ras maupun kampung (petelur), itik akan mengalami rontok bulu (laring) setelah satu periode, sekitar 1 sd. 1,5 tahun. Pada saat rontok bulu ini, produksi akan berhenti total selama 3 bulan. Biasanya para peternak yang berpengalaman, tidak akan menunggu sampai periode rontok bulu ini datang secara alamiah. Mereka akan memaksa "puasa" itik mereka selama 3 hari, dengan hanya diberi minum saja. Dengan dipuasakan demikian, itik akan langsung masuk periode rontok bulu. Apabila dalam satu angkatan, peternak memiliki 300 ekor itik, maka masa laring ini akan dibuat bertahap. Pertama akan dirontokkan 100 ekor itik. Sementara yang 200 tetap produktif. Setelah 3 bulan, kelompok rontok bulu I sudah akan mulai produksi kembali. Pada saat itulah kelompok II sebanyak 100 ekor dipuasakan hingga masuk periode rontok bulu. Hingga tetap ada 200 ekor itik yang berproduksi. Pada saat kelompok rontok bulu II mulai produktif, kelompok III dirontokkan. Dengan melakukan perontokan secara bertahap demikian, maka dari 300 ekor itik tersebut, hanya 100 ekor yang tidak berproduksi. Itik yang sudah mengalami laring sekali, masih bisa dipelihara sebagai petelur selama satu periode lagi. Pada saat menjelang laring II, itik digemukkan untuk diafkir dan dipotong. Ada pula peternak yang tetap mempertahankan pemeliharaan sampai laring III, namun produktifitasnya sudah akan sangat menurun.Sebagai contoh di Jawa Tengah dikenal ada 2 jenis itik “bebek” yakni itik Tegal (Anas javanica) yang banyak dijumpai di daerah Tegal, Brebes dan daerah sekitarnya (Pantura) dan itik Magelang di daerah Magelang dan sekitarnya.
Sebagai bagian dari jenis unggas lokal, itik Tegal dan itik Magelang ini sebenarnya merupakan komoditi ternak unggas yang potensial sebagai penghasil telur dan daging (dwiguna).
Bayangkan saja, sumbangan ternak itik secara umum terhadap produksi telur nasional menurut Rusfidra dari Fakultas Peternakan Andalas Padang cukup signifikan, yakni sebagai penyumbang kedua terbesar setelah ayam ras. Ditinjau dari tingginya angka permintaan produk telur-telur itik ini, tidak mengherankan jika Brebes sebagai salah satu sentra peternakan itik di Jawa Tengah masih kekurangan stok telur asin.
MASIH TERKENDALA
Hingga kini, usaha peternakan itik di Jawa Tengah khususnya masih terkendala beberapa permasalahan. Diantaranya usaha-usaha peternakan itik yang ada sekarang masih didominasi peternak skala kecil yang bersifat tradisional ekstensif (diumbar), kecilnya modal, sulitnya mencari bibit DOD (Day Old Duck) unggul serta pengetahuan peternak yang masih rendah. Tidak mengherankan jika produktivitas ternak itik di pedasaan saat ini masih rendah dan jauh dari harapan.
Pada itik Magelang misalnya. Secara fenotip dulunya mempunyai kemampuan memproduksi telur yang baik, bahkan beberapa literatur mengatakan kemampuan produksi telurnya dapat mencapai 250–300 butir/ekor/tahun. Namun pada kenyataannya, menurut hasil penelitian Mahfudz dkk (2005) dari Laboratorium Ilmu Ternak Unggas FP Undip, sekarang ini sangat sulit untuk mendapatkan itik yang mampu bertelur diatas 150 butir/ekor/tahun.
Hal ini akibat dari sistem perkawinan yang dilakukan oleh peternak masih secara alami, tidak adanya seleksi calon induk-pejantan unggul dan belum adanya program pembibitan (breeding) yang baik. Sehingga lama kelamaan kualitas itik Magelang baik secara genetik maupun fenotipe diduga menurun.
Disisi lain, sistem pemeliharaan itik secara tradisional ekstensif memiliki banyak kekurangan. Diperlukannya lahan yang luas, itik yang diumbar berpotensi mengganggu tanaman pertanian yang baru ditanam, membutuhkan tenaga kerja untuk pengembalaan “sontoloyo”, serta tingginya resiko itik terkontaminasi pestisida akibat petani yang sering menggunakannya untuk membasmi hama.
Upaya Pengembangan
Tujuan utama dari pemeliharaan itik adalah menghasilkan telur bagi itik betina produktif dan daging untuk itik jantan dan betina afkir.
Produksi telur itik kadang bervariasi, antara lain dipengaruhi faktor umur (masa produksi), genetik (breeding), pakan dan sistem pemeliharaan (manajemen). Sudah saatnya sistem pemeliharaan yang selama ini bersifat tradisional ekstensif diganti dengan semi atau intensif.
Selain itu, ada beberapa upaya alternatif pengembangan terpadu peternakan itik rakyat skala kecil sampai menengah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi dan populasi itik yang ada sekarang.
Pertama, model penyediaan bibit itik DOD (Day old Duck). Pada model ini yang menjadi sasaran adalah daerah sentra bibit itik agar mampu menyediakan bibit itik yang dibutuhkan peternakan skala kecil sampai menengah secara kontinyu. Sebagai penyedia bibit unggul, model ini memerlukan adanya sistem seleksi induk sebagai calon tetua dan inseminasi buatan (IB) untuk sarana perkawinan yang mampu mempercepat penyediaan bibit.
Kedua, model pelestarian plasma nutfah. Dalam model ini lebih diarahkan pada pelestarian ternak itik-itik berbasis lokal asli “murni” khas daerah asal masing-masing. Seperti itik Magelang dan itik Tegal asli yang nantinya sebagai sumber plasma nutfah unggulan propinsi Jawa Tengah, itik Mojosari di Jawa Timur, dan lain sebagainya.
Ketiga, model pengembangan sistem bagi hasil. Pada jenis model ini, peternak itik hanya menyediakan kandang dan tenaga kerjanya saja untuk memelihara itik dari pemilik modal. Sistem ini memerlukan kesepakatan yang saling menguntungkan antara peternak dengan pemilik modal.
Keempat, model Bapak dan Anak Angkat. Para peternak yang menjadi binaan nantinya meliputi peternak kecil dan menengah. Sedangkan sebagai bapak angkat diharapkan adalah para pengusaha peternakan, pengusaha Poultry Shop, BMUN, dan lain sebagainya. Bapak angkat dalam hal ini tidak hanya memberikan bantuan dana, tetapi juga aspek manajemen pengelolaan dan kepastian pemasaran produk peternakan itik yang dihasilkan peternak plasma nantinya.
Model-model tersebut saling terkait dan sangat mendukung tujuan pembangunan peternakan yakni meningkatkan produksi dan pendapatan peternak dalam rangka mewujudkan industrilisasi peternakan rakyat. Untuk menjamin suksesnya aplikasi model ini, perlu dilakukan penyuluhan intensif dan pembinaan secara terus menerus sampai terciptanya kemantapan usaha. Bimbingan dan pembinaan dapat dilakukan oleh perguruan tinggi atau instansi terkait melalui pembentukan kelompok-kelompok Tani Ternak Itik (KTTI).
Melalui upaya-upaya pengembangan terpadu ini, diharapkan para peternak itik ini nantinya semakin termotivasi, cepat berkembang, dan mampu meningkatkan taraf perekonomian keluarga. Dengan demikian, upaya pengembangan itik (bebek) berbasis lokal seperti itik Tegal, itik Magelang dan itik-itik lokal lainnya di Indonesia yang selama ini masih belum optimal bisa segera dioptimalkan.