tips
Cara Memelihara Ayam Negeri

Memilih Varietas Ayam

Persiapan Sebelum Anak Ayam Tiba

Mulai Menempatkan Anak Ayam dengan Benar

Perhatian pada Anak Ayam

Penyediaan Tempat untuk Anak Ayam

Kebutuhan atas Udara Segar

Penyediaan Air Bersih Yang Memadai

Memberi Pakan Yang Tepat

Memelihara Pertumbuhan Ayam

Vaksinasi Ayam

Pengelolaan Ayam Petelur

date Jumat, 07 Agustus 2009

Dengan mengembangkan sentra-sentra peternakan kerakyatan terpadu yakni mulai dari penyediaan bibit, pakan dan kemudahan pemasaran pada jenis-jenis ternak yang biasa dibudidayakan petani di pedesaan dan daerah masing-masing.

Sebagai contoh di Jawa Tengah dikenal ada 2 jenis itik “bebek” yakni itik Tegal (Anas javanica) yang banyak dijumpai di daerah Tegal, Brebes dan daerah sekitarnya (Pantura) dan itik Magelang di daerah Magelang dan sekitarnya.
Sebagai bagian dari jenis unggas lokal, itik Tegal dan itik Magelang ini sebenarnya merupakan komoditi ternak unggas yang potensial sebagai penghasil telur dan daging (dwiguna).
Bayangkan saja, sumbangan ternak itik secara umum terhadap produksi telur nasional menurut Rusfidra dari Fakultas Peternakan Andalas Padang cukup signifikan, yakni sebagai penyumbang kedua terbesar setelah ayam ras. Ditinjau dari tingginya angka permintaan produk telur-telur itik ini, tidak mengherankan jika Brebes sebagai salah satu sentra peternakan itik di Jawa Tengah masih kekurangan stok telur asin.

MASIH TERKENDALA

Hingga kini, usaha peternakan itik di Jawa Tengah khususnya masih terkendala beberapa permasalahan. Diantaranya usaha-usaha peternakan itik yang ada sekarang masih didominasi peternak skala kecil yang bersifat tradisional ekstensif (diumbar), kecilnya modal, sulitnya mencari bibit DOD (Day Old Duck) unggul serta pengetahuan peternak yang masih rendah. Tidak mengherankan jika produktivitas ternak itik di pedasaan saat ini masih rendah dan jauh dari harapan.

Pada itik Magelang misalnya. Secara fenotip dulunya mempunyai kemampuan memproduksi telur yang baik, bahkan beberapa literatur mengatakan kemampuan produksi telurnya dapat mencapai 250–300 butir/ekor/tahun. Namun pada kenyataannya, menurut hasil penelitian Mahfudz dkk (2005) dari Laboratorium Ilmu Ternak Unggas FP Undip, sekarang ini sangat sulit untuk mendapatkan itik yang mampu bertelur diatas 150 butir/ekor/tahun.

Hal ini akibat dari sistem perkawinan yang dilakukan oleh peternak masih secara alami, tidak adanya seleksi calon induk-pejantan unggul dan belum adanya program pembibitan (breeding) yang baik. Sehingga lama kelamaan kualitas itik Magelang baik secara genetik maupun fenotipe diduga menurun.
Disisi lain, sistem pemeliharaan itik secara tradisional ekstensif memiliki banyak kekurangan. Diperlukannya lahan yang luas, itik yang diumbar berpotensi mengganggu tanaman pertanian yang baru ditanam, membutuhkan tenaga kerja untuk pengembalaan “sontoloyo”, serta tingginya resiko itik terkontaminasi pestisida akibat petani yang sering menggunakannya untuk membasmi hama.

Upaya Pengembangan

Tujuan utama dari pemeliharaan itik adalah menghasilkan telur bagi itik betina produktif dan daging untuk itik jantan dan betina afkir.
Produksi telur itik kadang bervariasi, antara lain dipengaruhi faktor umur (masa produksi), genetik (breeding), pakan dan sistem pemeliharaan (manajemen). Sudah saatnya sistem pemeliharaan yang selama ini bersifat tradisional ekstensif diganti dengan semi atau intensif.
Selain itu, ada beberapa upaya alternatif pengembangan terpadu peternakan itik rakyat skala kecil sampai menengah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi dan populasi itik yang ada sekarang.
Pertama, model penyediaan bibit itik DOD (Day old Duck). Pada model ini yang menjadi sasaran adalah daerah sentra bibit itik agar mampu menyediakan bibit itik yang dibutuhkan peternakan skala kecil sampai menengah secara kontinyu. Sebagai penyedia bibit unggul, model ini memerlukan adanya sistem seleksi induk sebagai calon tetua dan inseminasi buatan (IB) untuk sarana perkawinan yang mampu mempercepat penyediaan bibit.

Kedua, model pelestarian plasma nutfah. Dalam model ini lebih diarahkan pada pelestarian ternak itik-itik berbasis lokal asli “murni” khas daerah asal masing-masing. Seperti itik Magelang dan itik Tegal asli yang nantinya sebagai sumber plasma nutfah unggulan propinsi Jawa Tengah, itik Mojosari di Jawa Timur, dan lain sebagainya.

Ketiga, model pengembangan sistem bagi hasil. Pada jenis model ini, peternak itik hanya menyediakan kandang dan tenaga kerjanya saja untuk memelihara itik dari pemilik modal. Sistem ini memerlukan kesepakatan yang saling menguntungkan antara peternak dengan pemilik modal.

Keempat, model Bapak dan Anak Angkat. Para peternak yang menjadi binaan nantinya meliputi peternak kecil dan menengah. Sedangkan sebagai bapak angkat diharapkan adalah para pengusaha peternakan, pengusaha Poultry Shop, BMUN, dan lain sebagainya. Bapak angkat dalam hal ini tidak hanya memberikan bantuan dana, tetapi juga aspek manajemen pengelolaan dan kepastian pemasaran produk peternakan itik yang dihasilkan peternak plasma nantinya.

Model-model tersebut saling terkait dan sangat mendukung tujuan pembangunan peternakan yakni meningkatkan produksi dan pendapatan peternak dalam rangka mewujudkan industrilisasi peternakan rakyat. Untuk menjamin suksesnya aplikasi model ini, perlu dilakukan penyuluhan intensif dan pembinaan secara terus menerus sampai terciptanya kemantapan usaha. Bimbingan dan pembinaan dapat dilakukan oleh perguruan tinggi atau instansi terkait melalui pembentukan kelompok-kelompok Tani Ternak Itik (KTTI).

Melalui upaya-upaya pengembangan terpadu ini, diharapkan para peternak itik ini nantinya semakin termotivasi, cepat berkembang, dan mampu meningkatkan taraf perekonomian keluarga. Dengan demikian, upaya pengembangan itik (bebek) berbasis lokal seperti itik Tegal, itik Magelang dan itik-itik lokal lainnya di Indonesia yang selama ini masih belum optimal bisa segera dioptimalkan.

date

Jum'at, 7 Agustus 2009


Perkembangan perunggasan selalu bergejolak setiap saat, hal ini bisa di lihat dari harga produk perunggasan yang selalu naik turun bahkan tidak hanya mingguan tetapi sampai harga harian. Naik turunnya harga dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain daya beli masyarakat terhadap produk perunggasan dan biaya untuk memproduksi produk perunggasan itu sendiri.
Oleh karena itu usaha perunggasan dikategorikan sebagai usaha beresiko tinggi (high risk). Pelaku usaha perunggasan terutama pada ayam broiler sebagian besar adalah perusahaan swasta, sehingga dalam perkembangannya tidak diperlukan lagi campur tangan pemerintah akan tetapi pemerintah berkewajiban membantu menjaga keseimbangan suplai demand sehingga tidak terjadi gejolak suplai maupun demand.

Beberapa permasalahan yang timbul pada triwulan ke dua tahun 2009 ini antara lain adalah kenaikan harga pakan dan biaya produksi belum diikuti dengan kenaikan harga ayam hidup. Hal ini tentunya terkait dengan daya beli masyarakat yang sangat tergantung terhadap pendapatan. Realita yang dapat kita temui adalah daya beli masyarakat terhadap produk perunggasan dalam pemenuhan gizi (protein hewani) masih rendah bahkan kalah dengan gaya hidup masyarakat yang sangat konsumtif. Sebenarnya dalam hal peningkatan daya beli masyarakat terhadap produk perunggasan tidak hanya dengan menekan harga produk tersebut akan tetapi juga perlunya peningkatan kampanye untuk konsumsi produk perunggasan. Hal ini dipandang perlu untuk dilakukan oleh produsen perunggasan dalam meningkatkan daya serap daging dan telur ayam, yang merupakan sumber gizi paling terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Dengan kampanye yang dilakukan secara terus menerus diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi yang bersumber dari protein hewani.

Sementara harga DOC FS yang cenderung stabil di harga tinggi juga juga tidak diikuti dengan kenaikan harga ayam hidup. Sementara tingginya harga DOC FS tidak mengisyaratkan kurangnya suplai DOC FS yang terlihat dengan tidak adanya kesulitan para peternak untuk memperoleh DOC.

Pada beberapa pembibit ayam ras yang melakukan budidaya, tetapi tidak mempunyai Rumah Potong Ayam (RPA) atau pasar tersendiri sehingga terjadi penumpukan produk di pasar becek yang merupakan tempat penjualan para peternak kecil. Arahan Direktur Jenderal Peternakan, pada saat pertemuan dengan assosiasi peternak ayam ras adalah agar usaha di bidang perunggasan dapat berjalan terus, diharapkan semua pelaku dapat menerapkan strategi pemasaran yang baik sehingga permasalahan suplai demand yang selalu terjadi setiap tahun dapat dicari solusinya. Para peternak tidak hanya menghasilkan ayam hidup, akan tetapi secara berkelompok membentuk pasar daging ayam beku dengan penyediaan cold storage kelompok.

Selain itu, terkonsentrasinya pasar penjualan produk ayam ke kota besar, sehingga akan menghancurkan harga pasar. Kondisi pasar yang terjadi seperti itu merupakan kondisi alamiah dimana semua produsen akan mengejar dimana yang demandnya tinggi dengan harga yang cukup tinggi. Untuk itu diharapkan untuk kebaikan semua, para peternak tidak terlalu mengejar keuntungan yang tinggi di suatu saat dan tempat. Dengan tidak mengambil keuntungan terlalu besar, tetapi tetap mempertahankan demand setiap saat sehingga usaha terus berjalan.

Untuk mengatasi berbagai masalah tersebut diatas para pelaku usaha perunggasan satu sama lain berkomitmen untuk melaksanakan usaha dengan saling menjaga kelanjutan usaha masing-masing sehingga diharapkan masalah tersebut tidak akan terulang kembali di masa mendatang.

Potensi produksi broiler

Kondisi perunggasan tidak terlepas dari berapa suplai DOC FS yang diproduksi oleh para pembibit. Gambaran potensi produksi DOC FS pada triwulan kedua ini adalah produksi bibit ayam ras (DOC FS) broiler pada triwulan kedua tahun 2009 dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2008 terjadi peningkatan yaitu dari produksi DOC FS sebanyak 24.1 juta ekor per minggu menjadi 28.2 juta ekor per minggu atau meningkat sebesar 17 %. Peningkatan produksi DOC FS broiler pada triwulan kedua tahun 2009, diperkirakan merupakan sikap optimis para pengusaha yang terlihat dari produksi DOC FS broiler yang terus meningkat mulai bulan April sampai dengan Juni 2009. Momen liburan anak sekolah dan meningkatkan permintaan di bulan Juni sampai dengan Juli akibat banyaknya orang yang mengadakan pesta, mendorong para pengusaha untuk meningkatkan produksi DOC FS dengan harapan demand akan meningkat.

Pada Pemasukan (Impor) PS, perkembangan impor PS broiler pada triwulan kedua tahun 2009 dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2008 terjadi penurunan pemasukan dari 76.000 ekor menjadi 52.620 ekor atau terjadi penurunan sebesar 30,76 %. Akan tetapi apabila dibandingkan dengan triwulan pertama tahun 2009 terjadi kenaikan sebesar 55% dari angka 34.000 ekor menjadi 52.620 ekor.

Sementara pada perkembangan Pemasukan (Impor) bibit ayam ras untuk impor GPS adalah perkembangan pemasukan/impor DOC GPS broiler pada triwulan kedua tahun 2009 dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2008 terjadi penurunan pemasukan dari 68.682 ekor menjadi 54.769 ekor atau terjadi penurunan sebesar 20 %.

Menurunnya jumlah impor GPS ini diperkirakan karena sikap pembibit yang berhati-hati melihat kondisi saat ini, antara lain harga pakan yang tidak signifikan dengan kenaikan harga produk perunggasan. Sementara situasi penjualan daging ayam belum menunjukkan adanya harapan untuk meningkat, sehingga demand terhadap DOC FS broiler belum bisa dimaksimalkan.

Potensi produksi layer

Perkembangan impor DOC GPS layer pada triwulan kedua tahun 2009 dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2008 terjadi peningkatan pemasukan dari 6.950 ekor menjadi 13.700 ekor atau terjadi peningkatan sebesar 97 %. Peningkatan ini diperkirakan terkait dengan masa replacement ayam layer, dan sikap optimis para peternak layer karena harga jual telur yang cenderung stabil.

Produksi bibit ayam ras (DOC FS) layer pada triwulan kedua tahun 2009 dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2008 tercatat produksi DOC FS pada triwulan II tahun 2008 sama dengan produksi DOC FS pada triwulan II tahun 2009 sejumlah 1,55 juta ekor/minggu. Kondisi ini diperkirakan karena sikap keragu-raguan dari peternak untuk meningkatkan demand terhadap DOC FS layer membuat para pembibit masih menahan produksinya.

Pada triwulan kedua tahun 2009 tercatat pemasukan PS layer sebesar 51.660 ekor, sedangkan pada triwulan kedua tahun 2008 tidak tercatat adanya pemasukan PS layer. Sikap optimis dari para pembibit PS layer terlihat disini, hal ini berbeda dengan demand terhadap DOC FS layer yang meningkat tidak signifikan. Diperkirakan para pembibit lebih melihat akan adanya peningkatan demand pada enam bulan kedepan terhadap DOC FS layer sehingga mereka meningkatkan pemasukan DOC PS layer. Apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2008 dan triwulan sebelumnya tahun 2009 yang menunjukkan adanya peningkatan, pada triwulan ini para pembibit lebih optimis.

date

1. Dinas Peternakan Prop. Nangroe Aceh Darusalam
Jl. Sultan Iskandar Muda No. 3, Kotak Pos 87, Banda Aceh 23001
Telp. 0651 - 44338, 41180; Fax. 0651 - 44340

2. Dinas Peternakan Prop. Sumatera Utara
Jl. Jend. Gatot Subroto Km. 7 No. 255, Medan 20127
Telp. 061 - 8461436

3. Dinas Peternakan Prop. Sumatera Barat
Jl. Rasuna Said No. 68, Kotak Pos 105, Padang 25129
Telp. 0751 - 28077

4. Dinas Peternakan Prop. Jambi
Jl. Kol. Abun Yani Sipin Ujung, PO Box 74, Jambi 36129
Telp. 0741 - 64585, 63417

5. Dinas Peternakan Prop. Riau
Jl. Paimura No. 2, Pekanbaru - Riau 28131
Telp. 0761 - 44342-41; Fax. 0761 - 44342

6. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prop. Bengkulu
Jl. Musium, Padang Harapan No. 4, Bengkulu 38224
Telp. 0736 - 21394; Fax. 0736 - 21431

7. Dinas Peternakan Prop. Sumatera Selatan
Jl. Kapten Anwar Sastro No. 1640, PO Box 1138, Palembang 30129
Telp. 0711 - 313444

8. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prop. Lampung
Jl. Teuku Umar No. 52, Labuan Ratu, Kotak Pos 54, Tanjung Karang
Telp. 0721 - 702189

9. Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta
Jl. Gunung Sahari Raya 11, Jakarta Pusat
Telp. 021 - 6284935, 6393771; Fax. 021 - 6284935

10. Dinas Peternakan Prop. Jawa Barat
Jl. Ir. H. Juanda No. 358 (Dago), Bandung 40161
Telp. 022 - 2501151

11. Dinas Peternakan Prop. Jawa Tengah
Jl. Gatot Subroto, Tarubudoyo, Kotak Pos 143, Ungaran, Semarang 50501
Telp. 024 - 6921023, 6221397

12. Sub. Dinas Peternakan Daerah Istimewa Yogyakarta
Jl. Gondosuli No. 2, Yogyakarta 55165
Telp. 0274 - 586516

13. Dinas Peternakan Prop. Jawa Timur
Jl. Jend. A. Yani 202, Surabaya 29131
Telp. 031 - 8292545, 8285126; Fax. 031 - 8291853

14. Dinas Peternakan Prop. Bali
Jl. Angkosa No. 14, Denpasar 80233
Telp. 0361 - 224184, 225368

15. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prop. Kalimantan Barat
Jl. Adi Sucipto No. 40, Pontianak

16. Dinas Kesehatan Prop. Kalimantan Tengah
Jl. Wlliem Asno No. 22, Palangkaraya
Telp. 0536 - 21293; Fax. 0536 - 27613

17. Dinas Peternakan Prop. Kalimantan Selatan
Jl. Jend. Sudirman No. 3, Banjarbaru 70711
Telp. 0511 - 772044; Fax. 0511 - 772844

18. Dinas Peternakan Prop. Kalimantan Timur
Jl. Bayangkara No. 54, Kotak Pos 1053, Samarinda PO Box 1053
Telp. 0541 - 743921; Fax. 0541 - 736228

19. Dinas Pertanian, Peternakan Prop. Sulawesi Utara
Jl. Flamboyan No. 12
Komplek. Pertanian Kallasey 95013, Kotak Pos 1461 Manado, Sulawesi Utara
Telp. 0431 - 821178

20. Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perternakan Prop. Sulawesi Tengah
Jl. R.A. Kartini No. 31, Palu 94112, Sulawesi Tengah
Telp. 0451 - 421460; Fax. 0451 - 452580

21. Sub Dinas Peternakan Prop. Sulawesi Tenggara
Jl. Pertanian No. 5, PO Box 68, Kendari 93111
Telp. 0401 - 321404; Fax. 0401 - 322735

22. Dinas Peternakan Prop. Sulawesi Selatan
Jl. Bajiminasa No. 12 Sulsel, Ujung Pandang 90126
Telp. 0411 - 873770; Fax. 0411 - 855954

23. Dinas Peternakan Prop. Nusa Tenggara Barat
Jl. Udayana No. 5, Kotak Pos 1016, PO Box 17, Mataram 83125
Telp. 0370 - 621862, 635213

24. Dinas Peternakan Prop. Nusa Tenggara Timur
Jl. Veteran Kelapa Lima, Kotak Pos 140, Kupang
Telp. 0380 - 825250; Fax. 0380 - 833060

25. Dinas Peternakan, Ketahanan Pangan Prop. Gorontalo
Jl. Andalas Gorontalo
Telp. 0435 - 831728, 823532


date